Minggu, 20 Maret 2011

Jika Mengikuti Jejak Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam dan Sahabatnya

Jika Mengikuti Jejak Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam dan Sahabatnya Saya digelari “radikal”, “fundamentalis”, “militan”, “eksklusif”, “literalis”, bahkan “Teroris” : Maka, Saksikanlah Bahwa Saya Bangga Jadi Seperti Itu!

Terserah mau dibilang tidak modern sekali pun, atau apa pun! Bagi saya Al-Qur‘an adalah pedoman hidup. Tidak ada satu pun kitab yang siap menyertai kita mulai hidup dan mati, sampai kita dihidupkan kembali kelak, kecuali Al-Qur‘an. Na’uzubillah, Ada orang yang berpendapat bahwa Al-Qur‘an itu sudah out of date.

Ia seolah-olah menganggap Allah itu dungu. Secara tidak langsung mereka membodohkan Allah. Seolah dia berkata, Allah itu tidak tahu kalau sekarang zaman sudah berubah. Na’udzubillah (kita berlindung kepada Allah) untuk mengatakan semacam itu. Dan, sekali lagi, saya selalu menjadikan dustur-dustur di bawah ini sebagai pegangan.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda,

Sesungguhnya Bani Israil telah terpecah-belah menjadi 72 kelompok keagamaan, dan umatku akan berpecah-belah menjadi 73 kelompok keagamaan. Seluruhnya berada di api neraka, kecuali satu kelompok. Mereka (para sahabat) bertanya : “Siapakah satu kelompok itu wahai Rasulullah?”, maka beliau menjawab : “Mereka yang mengikuti jejakku dan jejak para sahabatku” (HR. Imam at-Tirmidzi, dan yang lainnya)

Itulah Islam yang murni, kini kita tidak perlu lagi menambah-nambah, merubah-rubah, mengurangi-mengurangi, sudah ada kode etiknya, karena sudah ditetapkan.
.
.
.

Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu…” (Terj. QS. Al-Maidah : 3)

Dan tugas kita kini adalah menjalankan segala perintah-Nya, yang mana Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyuruh kita mengikuti jejak Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam,
.
.
.

Katakanlah : ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu…” (Terj. QS. Ali Imran : 31)

.

.

.

Mengapa kita tidak melihat sikap Sayyidina `Umar (dalam sebuah riwayat) ketika ditanya, “Mengapa tuan mencium batu Hajar Aswad?” Beliau menjawab “Jika tidak karena Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam mencium Hajar Aswad, saya tidak mencium Hajar Aswad.”
Seharunya, perilaku kita sebagaimana Sayyidina `Umar ini dalam cara beragama yang benar. Yakni,
sami’ na wa atha’na (Kami mendengar, kami menjalankan).

.

.

.

Apakah Saya normatif? Ya, tidak mengapa. Karena nilai normatif adalah ruh dari agama. Saya heran dengan mereka yang bangga menjelaskan keimanan mereka menggunakan metode buatan orang kafir yang jelas-jelas sesat. Memang, kita boleh menggunakan metode dari mana saja, tapi apakah tepat jika digunakan untuk masalah keimanan dan aqidah, yang jelas-jelas kita punya aturannya sendiri.

.

Seharusnya kita bangga kalau memahami atau mempelajari Islam mereferensi pada Al-Quran, as-Sunnah, dan kitab-kitab yang banyak dikarang para ulama Salaf kita, jangan malah sebaliknya. Jadi,

.

Jangan ditambah, dikurangi, atau direkayasa. Saya tanya, masuknya Anda jadi Islam karena : sami’ na wa atha’na. Atau berusaha untuk membuat-buat keyakinan baru? Kalau begitu, lebih baik jangan pakai embel-embel Islam deh…

.

.

.

Kemampuan akal kita ini terbatas, sedangkan waktu hidup kita juga tak ada yang tahu pasti. Mulailah menggalli, mengaji, mengkaji, Islam, dengan rambu-rambu meniti jalan yang lurus.
.
.
.
Wa Allahu A’lam
Semoga Allah memberikan hidayah-Nya kepada mereka yang meng-agung-kan akal mereka, dan mencoba “memperbaharui” Islam yang sudah murni….
.
.
.
[] Sabtu Ba’da Zuhur, 19 Juni 2010



Tidak ada komentar: